Aku ingin mati
Sering kalimat ini datang menghampiri bahkan
menunjukkan rupa keindahan yang sangat diimpikan. Kebisingan dan kesunyian
dalam hidup mengajak untuk memikirkan mati sebagai pilihan terbaik. Di bumi ini
di kehidupan ini aku ingin mati. Seolah apa yang dikerjakan dipandang tak ada
artinya, lalu untuk apa melakukan semuanya jika dianggap tidak ada?’
Apa beda dengan hanya memikirkan tanpa
melakukan toh hasilnya sama-sama tiidak ada. Naif memang saat melakukan
sesuatu dengan mengatakan tidak aku tidak melakukannya untuk manusia tapi pada
kenyataannya sebuah pengakuan itu dibutuhkna meski tidak harus setiap waktu. Berbeda antara orang yang bersilat
lidah dengan orang yang tak menganggap, setidaknya orang yang bersilat
lidah melihat apa yang dilakukan sedang orang yang tak mengangap, ia
menghapuskan apa apa yang dilakukan dan menganggap tak ada apa-apa. Tak pernah
meihat orang lain karena yang dilihat hanyalah diri sendiri dan orang lain itu
ada di bawah kemampuannya.
Percuma bukan jika menunjukkan siapa kita dan
apa yang bisa kita lakukan jika hasilnya adalah anggapan tak melakukan apa-apa
dan hanya merugikan?
Ya begitulah sering kali orang tua melihat
anaknya yakni tak melakulan apa-apa dan selalu kurang berusaha dan kalaupun
sang anak mendapatkan sesuatu sebuah penghargaan ia hanya menoleh sebentar lalu
sudah seolah tak terjadi apa-apa seolah sang anak tak mendapatkan apa-apa.
Sulit berbicara dengan orang tua karena mereka tak memberi kesempatan untuk
berbicara yang ada hanya menyalahkan dan
kesalahan saja. lalu apa ini yang namanya hidup? aku ingin mati segera
Andai saja aku tak mengenal tuhan andai saja
aku tak tahu bahwa mati itu bukanlah akhir melainkan awal dari pertanggung
jawaban yang jika direnungi tentu aku lebih pantas berada di neraka. Bagaimana
tidak? Bukankah sebagai anak dilarang mengatakan uff dan kalau dilihat apa yang
kulakukan lebih dari berkata uff. Prtanyaannya ,”Lalu bagaimana jika orang tua lah
yang selalu memancing anaknya untuk berteriak?”
Lalu bagaimana? Apa masih dikatakan salah anak? Tak
bisakah mengerti ataukah memang tak tahu bagaimana seorang anak harus
dibimbing? Memberikan materi saja tidak lah cukup memberikan pengetahuan saja
tidaklah cukup apalagi pengetahuan itu diberikan lewat perantara tanpa ada
keinginan untuk menjadi bagian yang memberikan pemahaman.
Diam 30 menit
Baiklah mungkin memang begitu cara
mendidiknya dan mungkin juga dengan menyekolahkanku adalah cara mereka agar aku
dapat menjadi anak yang lebih baik.
Kalo difikir –fikir si anak juga sama saja
hanya melihat hal kecil kesalahan yang dilakukan orang tua tanpa berfikir apa
maksud yang ingin di sampaikan orang tua, anak terlalu asik dengan kehidupannya
sendiri dan merasa lebih pintar dari orang tuanya. Tak pernah melihat bagaimana
orang tuanya kerja keras demi dirinya dan bagaimana orang tua bela-belain
membuat ia bisa sama dengan teman-temannya. Sang anak tak mau mengerti
sedikitpun tentang kelelahan yang dirasakan orang tua dan berfikir egois lalu
menganggap orang tua tak menyayangi dirinya benar-benar keterlaluan.
Harusnya dengan tingkat pendidikannya ia tahu
manusia menunjukkan rasa sayang dengan berbagai cara dan begitulah cara orang
tuanya menyayangi ia. Orang tuanya khawatir jika ia melakukan hal buruk itulah
mengapa orang tua selalu mengomel karena tak mau anaknya memiliki kehidupan
yang buruk. Anak harusnya bersyukur orang tua masih mau mengingatkannya.
Mungkin orang tua juga berfikir ingin mati
karena kelakuan anaknya.
Ahhh aku masihlah seorang anak terima kasih.
Comments
Post a Comment