Semua Sayang Eneng

Perfilman Indonesia mengalami penurunan dari segi kualitas karakter. Ini tidak sesuai dengan pendidikan karakter yang digembor-gemborkan  di dalam pendidikan anak bangsa. Bagaimana mungkin pendidikan karakter akan berjalan sesuai tujuan jika apa yang menjadi hiburan kita bertolak belakang dengan tujuan pendidikan kita. Padahal TV memiliki andil besar dalam pola pikir manusia,  miris rasanya saat meliat penggambaran pendidikan Indonesia di dala sinetron bayangkan saja mereka pergi ke sekolah dengan rok yang sangat kekurangan bahan, make up yang menor, dan sikap yang buruk terhadap orang lain. Apakah ini yang dicita-citakan bangsa ini? Apakah benar ini gambaran  kehidupan pemudda bangsa ini. Seolah tak memiliki rasa malu sata berjalan berduaan sambil berpegang tangan, sangat-sangat tidak sesuaio dan mendoktrin pikiran kita dengan hal-hal yang buruk. Tontonan hanya sedikit sekali yang aman untuk anak-anak, lalu bagaimana anak-anak akan berkembang dengan baik jika tidak ada wadah yang peduli terhadap tumbuh kembang mereka? 
Lihat seberapa pendek rok mereka sangat memalukan

sangat tidak sesuai dengan norma, bagaimana mungkin berpelukan seperti itu dianggap biasa

apa ini yang mau ditunjukkan? berbagi pada umum tentang paha?!

Salah satu judul sinetron yang menurut saya tidak mendidik adalah “Semua Sayang Eneng” disini yang ditekankan hanya konflik yang sebenarnya tidak sesuai dengan karakter kita dan menunjukkan tokok menjadi ornag paling kasihan sedunia. Bayangkan saja di sekolah itu rok yang dikenakan benar-benar minim dan tidak ada teguran untuk itu, dansegerombolan anak manusia yang tidak memiliki simpati terhadap temannya yang memiliki kebutuhan khusus. Bagaimana mungkin seorang tuna netra mendapat perlakuan seburuk itu? Apa ini yang mau ditanamkan kepada anak-anak kita?! Sangat tidak mendidik, lalu hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bisa-bisanya berpelukan dianggap hal biasa?!! Ini sangat mencoreng harkat dan martabat bangsa Indonesia, karena pada kenyataannya kita memiliki budaya yang tidak memperbolehkan laki-laki dan perempuan berperilaku seperti itu. Di sinetron itu yang ditonjolkan bukan nilai akademik namun yang lebih menonjol adalah nilai materialistis.

Saya memang baru bisa menulis karena terlalu miris melihat potret pertelevisian kita. Ingin rasanya bertemu langsung dengan komisi penyiaran Indonesia. Saya sangat berharap apa yang kita siarkan dapat memberikan dampak positif bukan malah membuat hal buruk terlihat biasa.  

Comments

Populer Post

Sinopsis novel Akatsuki

Proses Osmosis pada Kentang

Bunga dan Kumbang