Kartini Part 2



 Scene selanjutnya menunjukkan kedatangan tamu yakni bangsawan yang memberitakan bahwa akan wakil bupati Pemalang akan berkunjung ke Jepara. 

Pada malam harinya diadakan pengajian yang diisi oleh Kyai Sholeh Darat tentang surat Al Fatihah, saat itu Kartinibegitu kagum dengan arti dari surat Al Fatihah yang ternyata begitu dalam makna kandungannya. Selepas pengajian, Kartini menemui Kyai Sholeh Darat dan menanyakan tentang Al Qur’an dengan arti bahasa jawa, dan di jawab oleh Kyai Sholeh bahwa meang beliau sedang mengerjakan untuk mengartikan Al Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Mendengar hal itu Kartini sangat senang, ia berkata banyak dari orang jawa yang hanya membaca dalam bahasa arab tapi belum tahu arti sesngguhnya. Padahal kalau tahu arti sesungguhnya sangatlah luar biasa.

Kemudian Kartini bertanya mengenai ilmu, apakah di Al Qur’an juga menyebutkan tentang itu.

“Iqra, bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Itulah wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.”, jawab Kyai Sholeh

“Lalu apakah dijelaskan bahwa yang boleh membaca hanya kaum lai-laki, sedangkan perempuan tidak boleh, atau bagaimana?”, tanya Kartini.

“Baik laki-laki dan perempuan, keduanya diwajibkan untuk membaca.”, jawab Kyai Sholeh

Mendengar jawaban itu Kartini semakin bahagia dan jadi mantap untuk terus membaca.

Di pertengahan pengajian tadi sebenarnya Kardinah sempat mengajak Kartini untuk masuk karena ia merasa ada yang tak beres ia merasakan firasat yang tak enak, namun karena Kartini sedang terpana dengan kajian dari Kyai Sholeh maka ia memilih untuk tetap tinggal sedangkan Kardinah masuk ke dalam.

Ternyata firasat Kardinah terjawab di pagi hari saat ia diberitahu bahwa wakil bupati Pemalang datang berkunjung untuk meminang dirinya. Tak kuasa, Kardinah menangis dan berkata ta bersedia. Kardinah tak mau jka ia harus menikah dengan lak-laki yang telah beristri, namun Ayahnya sebagai seorang bangsawan tak mungkin menarik janji perjodohan yang telah terucap.
Akhirnya mau tak mau dengan terpaksa Kardinah menikah dengan wakil bupati Pemalang. Saat prosesi pernikahan begitu terlihat ketiga saudari itu bersedih hati. Bahkan Kartni menulis surat kepada Stella agar ia mau membantu membawanya ke Belanda. Kartini memutuskan untuk belajar ke negeri Belanda.

Jawaban pun datang, seorang Belanda datang dan menyampaikan bantuan Stella, Kartini pun menulis proposal pengajuan beasiswa pendidikn kepada pemerintahan Belanda. Ayah Kartini, Raden Mas Adipati Sosrodiningrat bahkan memberikan ijin kepada Kartini untuk menyerahkan proposalnya. Karena keputusan itu, banyak bangsawan yang datang dengan marah karena menganggap bagaimana mungkin seorang anak perempuan menempuh pendidikan tinggi yang diperuntukkan anak laki-laki, namun Raden Mas Adipati Sosrodiningrat tetap keukeuh membela Kartini.

Sebenarnya tekanan penolakan akan keinginan study Kartini bukan hanya datang dari para bangsawan saja, melainkan juga datang dari dalam seperti dari Raden Ayu Moeriam (ibu tiri Kartini) dan Ngasirah (ibu kandung Kartini). Karena terlalu banyak tekanan, membuat ayah Kartini Raden Mas Adipati Sosrodiningrat jatuh sakit. Dan ini membuat Raden Ayu Moeriam makin geram kepda Kartini.
Datanglah surat lamaran dari seorang bupati Rembang bernama Raden Adipati Joyodiningrat tertuju untuk meminang Kartini. Karena ayahnya sakit, maka yang menerima surat pinangan adalah Raden Ayu Moeriam, saat Kartini ditanya mengenai pinangan itu. Kartini dengan segera menolak sebab ia sedang menunggu balasan dari proposal beasiswa yang diajukannya dan hal ini membuat berang Raden Ayu Moeriam hingga ia mengurung Kartini di dalam kamarnya.
Melihat anaknya dikurung, Ngasirah begitu sedih dengan apa yang dialami putrinya. Saat Raden Ayu Moeriam pergi, Ngasirah pun membuka jendela Kamar Kartini. Dan mengajaknya pergi ke pinggir telaga.
Ngasirah meminta Kartin memanggilnya “ibu” bukan “yu” sebab mereka sedang tak berada di pendopo. Maka saat ini mereka hanyalah ibu dan anak.
Ngasirah bertanya kepada Kartini apa yang ia dapat dari pelajarannya dari hal-hal yang ia pelajari dalam buku-buku atau pengajaran Belanda. Dan Kartini menjawab “KEBEBASAN”.
Kemudian Ngasirah bertanya apa yang tidak ia dapat dalam pengajaran Belanda tapi ia dapat disini. Kartini tak tahu, kemudian Ngasirah menjawab “BAKTI”.

Flashback

Tampak Kartini kecil belajar bersama Ngasirah bagaimana cara menulis namanya (nama masa kecil Trinil) menggunakan aksara jawa. Dimana ada huruf “tha”, “na”,  dan “la”, hurul la untuk bisa mati menjadi “l” haruslah dipangku. Dalam hidup itu butuh pangku, butuh bakti.

Semakin flashback kebelakang lagi
Nampak Raden Mas Adipati Sosrodiningrat muda berbincang dengan kedua orang tuanya, saat itu ia belum menjadi bupati. Ia hanyalah seorang Wedana yang telah beristrikan Ngasirah. Dikatakan oleh ayah Raden Mas Adipati Sosrodiningrat bahwa untuk menjadi seorang bupati maka ia harus beristrikan seornag bangsawan untuk itu ia harus menikahi Raden Ajeng Moerjam. Namun Raden Mas Adipati Sosrodiningratmerasa berat untuk melakukan itu karena ia tak mau menyakiti Ngasirah.
Ngasirah adalah istri pertama Raden Mas Adipati Sosrodiningrat namun ia bukanlah istri utama sebab ia bukan dari kalangan bangsawan tinggi. Ngasirahlah yang membujuk suaminya untuk menikahi Raden Adjeng Moerjam, ia berkata,”ini adalah takdir dan ini dilakukan demi kang mas dan anak-anak”.

Lalu kembali ke masa Kartini yang sedang duduk bersama dengan ibunya dipinggir telaga
Ngasirah bertanya kepada Kartini tentang pelajaran apa yang ia dapat dari cerita ibunya. Namun Kartini tak menjawab, a hanya menunduk dan menangis.

Ngasirah pun berkata,”Apa yang ibu lakukan adalah bantuk bakti kepada Romomu, dan jua kepada kalian anak-anak yang ibu lahirkan. Karena ibu mau kalia hidup lebih baik.”

Setelah percakapan mereka berdua, Kartini duduk di meja bersama ayahnya, Raden Ayu Moerjam, dan kedua kakak lelakunya. Kemudian ayahnya bertanya bgaimana apakah ia sudah sanggup menjadi seorang Raden Ayu (Seorang Raden Ajeng kalau menikah dengan bupati maka gelarnya akan menjadi Raden Ayu).

Dengan menunduk Kartini menjawab ia sanggup dengan syarat.
Pertama, dalam prosesi pernikahan a tidak mau jika harus membasuh kaki suaminya.
Kedua, Kartini tidak mau jika ia diikat dengan aturan sopan santun yang rumit, ia mau diperlakukan seperti orang biasa.

Sebelum Kartini melanjutkan, ia diinterupsi oleh Raden Ayu Moerjam karena dianggap sudah keterlaluan dan terlal memikirkan diri sendiri, namun kemudian Mbak Yu Sulastri (kakak Kartini) datang sambil menangis dengan mengatakan Kartini benar dan meminta Kartini meanjutkan, ia enangis sebab suaminya menikah lagi dan lebih mencintai istri mudanya.

Ketiga, suaminya harus mendukung dia mendirikan skolah bagi perempuan dan orang miskin
Keempat, ia mau ibunya Ngasirah tinggal di bangunan depan bukan lagi di belakang dan dipanggil Raden Mas oleh semua anak Raden Mas Adipati Sosrodiningrat.

Ayah kartini mengijinkan adanya syarat itu dan memintanya untuk segera menuliskan syaratnya agar segera dikirim ke Rembang. Namun kemudian kakak pertama Raden Slamet meminta ijin untuk dia yang menulis suratnya dan mengirimkannya sebagai salah satu bentuk tanggung jawabnya melndungi adik-adiknya. (melting sih, karena kan di awal mas Slamet ini yang memerintahkan dibakar tulisannya Kartini tapi sekarang ia membantu).

Beberapa waktu kemudian datanglah rombongan Raden Adipati Joyodiningrat, ia menyetujui semua persyaratan Kartini dan akhirnya menikahlah mereka.
Tiga bulan setelah pernikahan, ternyata datanglah jawaban proposal beasiswa study yang Kartini ajukan kepaada pemerintahan Belanda, namun ia memberikan beasiswa itu kepada H. Agus Salim.



Meski demikian Kartni terus menulis dan merintis sekolahnya. 


Comments

Populer Post

Sinopsis novel Akatsuki

Proses Osmosis pada Kentang

Bunga dan Kumbang