Missing
“Jadi dong, nanti
kita berangkat jam 2 ya soalnya nanti pasti penuh antrian.”
Hari ini Aysel memang berencana untuk
menonton pertunjukan teater dari para juniornya. Kebetulan mereka mengikuti
lomba sastra disini jadi sekalian lah sebagai seniror yang bik ia tentu harus
berkunjung menemui mereka.
Semoga saja deadlien hari ini bisa ia
selesaikan tepat waktu, maklumlah ia harus ke Magelang dulu untuk liputan lalu
menulis artikelnya segera mungkin dan seperfect mungkin.
Dari: Bintang
Ay ayo buruan
kita udah nungguin di loby nih, atanya harus jam 2?
To: Bintang
Iya ini turun
segera secepat kilat kecepatan 200.000km/dt
Untuk nonton kali ini Aysel hanya
mengenakan kaos dan rok jeans juga jilbab berbunga. Meskipun terlihat santai
tapi setidaknya cukup rapi dan soapn lah ya untuk dipake nonton teater.
Sampai di gedung pementasan ternyata sudah
ramai banyak orang yang dtang, untungnya Aysel tak perlu antri tiket untuk
masuk jadi langsung saja menuju ruang persiapan untuk melihat para junior. Tak
lupa sekalian ya kan berkunjung sekaligus meliput.
“Hey!”
Tiba-tiba ada yang
menepuk bahu Aysel dan ternyata ia Kak Dito.
“Ih ngagetin aja
si kak, udah feeling sih kalo anak-anak kesini sendirian pasti gak
mungkin. Dedengkot pasti ikutan. Gimana kabar kak?”
“Dasar masa orang
cakep begini dibilang dedengkot, alhamdulillah nih sehat tapi masih sedih.”
“Halah pling
gara-gara itu.... move on si kak, cari lagi.”
“enak aja kalo
ngomong. Kayak situ aja udah move on.”
Bla bla bla yang namanya Aysel kalo udah
ketemu sebangsanya gini, ya udah deh lanjut terus ngobrol macam-macam mulai
dari gosipin nasib kak Dito yang masih aja jomblo sampai sekarang, kondisi
anak-anak udah pada makan apa belum, persiapan pementasan, sampai harga cabe
merah pun mereka obrolin.
Pementasan kali ini, dibuka dengan sebuah
tarian ala-ala teater deh, lalu baru MC masuk dan dilanjutkan sambutan.
Karena males dengerin sambutan yang kayak
gitu-gitu aja, Aysel memutuskan keluar sejenak bersama Bintang dan Rina. Tadi
kebetulan saat Bintang keluar bersama Bintang ia bertemu Rina dan ia mengajak
mereka menuju suatu tempat.
Rina mengajak Aysel dan juga Bintang
kesebuah ruangan yang mirip kamar singgle bed. Bukan mirip tapi memang sebuah
kamar.
Ini kan kamar
Mas Qamar, kenapa masih tetap sama? Rasa ini. Please i have to move on soon.
Ini sudah tiga tahun, udah gak logis lagi. You have life at the best place
ever. Tahan tahan ay kamu bisa menahannya.
Aysel tertegun terdiam sejenak, lalu ia
duduk di atas kasur. Semua hal ini, pemandangan ini mengingatkannya pada sang
penghuni yang telah lama pergi ke tempat terbaik. Ternyata bukan hanya Aysel
saja yang tertegun diam bahkan Bintang tak hanya diam tapi ia menangis keras,
mungkin ia juga teringat sang penghuni kamar ini. seseorang yang begitu spesial
bagi keduanya.
“Rin, kok kamu
ngajak kesini?” Aysel pun bertanya dengan lirih
“Ay, aku tahu ini
berat, tapi sampai kapan kamu begini terus?”
“Lah emang aku kenapa
Rin? Aku biasa saja kok, aku menjalani hidup. Kmau liat kan aku tadi nonton
pementasan.”
“But you still
have a hole in your heart Ay.”
Aysel pun terdiam. Mau bagaimana lagi
karena apa yang dikatakan Rina memanglah benar, Aysel tersenyum, Aysel tertawa
tapi there is space in heart hert thats called hurt. Bukan menyakitkan
sebenarnya tapi terlalu sesuatu yang menyedihkan datang tanpa diduga.
Aysel
melihat lamat-lamat isi kamar.
Kenapa masih
berada diposisinya? Bukankah ini sudah tiga tahun lamanya? Aneh, kok gak ada
debu? Bahkan kasur ini rapi.
Aysel pun melangkah menuju lemari dan ia
membuka salah satu lacinya, disana ia melihat tumpukan buku.
Ah buku ini, ia
dulu meminjamnya. Bahkan ia sampai datang ke rumah saat hujan. Jas kuning. Ah
mas mas ternyata aku rindu.
Tanpa terasa air
mata mengalir bersama senyum Aysel namun ia lekas-lekas menghapusnya.
Ih Ay kamu
cengeng. Sudah-sudah ini yang terbaik.
Aysel melanjutkan penelusurannya, ia buka
satu persatu laci, semua isinya benar-benar menunjukkan si pemilik. Di atas
meja.
Laptop, novel.
Tiba-tiba Aysel
menuju meja dan mencari-cari sesuatu
“Apa yang kamu
cari Ay?” Tanya Rina yang telah duduk bersama Bintang (lebih tepatnya sekarang
mereka berdua memandang Aysel seolah sedang mengobservasi subjek penelitian)
“Laptopnya
dimana?”
Aku ingat dulu
ia pernah melapor padaku bahwa ia menulis sebuah novel yang harusnya ku baca.
Aysel mencari-cari
dimana laptop itu berada, ia membuka-buka laci. Lalu tiba-tiba.
Suara D.O. pelan
mengalun, lagu kesukaan Aysel.
Perlahan Aysel
membuka matanya, gelap.
Ah ternyata
mimpi.
Ia melihat jam di
HP ternyata masih pukul 3 pagi.
What happen
with me? Rasanya udah lama aku tak bermimpi tentangnya.
Aysel pun bangun menuju kamar mandi tuk
segera berwudzu, mungkin ini cara Allah membangunkannya dengan mengingatkan ada
orang yang rindu membutuhkan do’a, bukankah ia harus membalas pesan rindu?
Jadikan do’a
ekspresi rindu
Semoga kita
bersua di surga
Sahabat
tibalah masanya bersua pasti ada berpisah
Bila nanti
kita, jauh berpisah
Jadikan
robithoh pengikatnya
Jadikan do’a
ekspresi rindu
Semoga kita
bersua di surga
Kisah Aysel Lana
Comments
Post a Comment