The Story Begin #2

Saat itu pulang sekolah, tiba-tiba ia menghentikan perjalannanku dan teman-temanku.
Ia bertanya kepadaku, kamu mau masuk sekolah mana? Ku katakan padanya aku akan masuk SMA terfavorit di kota ini, dan ia pun tersenyu dan seperti biasa ia selalu berkata ,”kamu pasti bisa dek, adek siapa dulu.”
Aku semakin terbiasa degan kehadirannya sebagai kakakku mengingat aku adalah anak pertama, aku sangat senang memiliki seroang kakak laki-laki. Setip hari kami selalu hampir tidak lepas dari hp entah apa yang kami obrolkan, duniaku serasa penuh mimpi, tekat, dan cita-cita.
Dan akhirnya akupun masuk Ssekolah yang ku cita-citakan. Betapa bangganya ia kepadaku dan aku senang akan hal itu. Komunikasi kami terus berlanjut. Aku bukanlah orang yang kesulitan menjalin pertemanan namun sepertinya karena terlalu terbiasa bersama kak Qamar membuat hatiku hanya diisi pertemanan sekadarnya bukan pertemanan yang begitu dalam layaknya persahabatan, atau bisa jadi itu karena SMA ku begitu kompetitif dan banyak kebiasaan yang jauh sekali ritmenya dengan SMP ku membuatku harus bekerja keras untuk beradaptasi.
Meski kami beda sekolah, sebenarnya sekolah kami sangat dekat dan ia sering mampir ke sekolahku hanya untuk kita ketemu dan hanya sekedaar say hello. Tapi semejak aku SMA kami memang sering bertemu di perpustakaan kabupaten, atau lebih tepatnya dia menghampiri tempatku bersarang.
Teman-temannku di SMA sempat menyalah artikan hubungan kami sebagai hubungan antara laki-laki dan perempuan. Padahal mereka salah karena hubungan kami adalah hubungan persaudaraan just that no more.
Meskipun memang bisa dibilang ia terlalu over protective hingga aku hampir takl memiliki teman laki-laki yang cukup dekat. Ia pernah mengajakku berdiskusi tentang pacaran dan akhirnya kesimpulan kami adalah pacaran itu tak penting dan lebih banyak merugikan. Ia selalu berkata kepadaku “kamu masih kecil gak boleh pacaran.”
Pernah suatu waktu aku dekat dengan seorang teman laki-laki dari sekolahnya. Maklumlah ya anak SMA yang masih bertumbuh dan digandrungi bunga-bunga bermekaran. Dan yang terjadi pada teman itu adalah laptopnya terserang virus yang dibuat oleh kak Qamar dan ia mengatakan itu sebagai peringatan.
Kak Qamar hampir selalu bercerita tentang apa yang dikerjakannya, bagaimana keadaannya, pun hubungannya dengan para anak perempuan termasuk sahabatku. Pernah suatu waktu saat dia sudah putus dengan sahabatku ia dekat dengan seorang anak perempuan dan ia meminta pendapatku saat aku mengatakan tak suka maka ia tak akan melanjutkan hubungan itu.
Pernah juga suatu waktu aku tergoda untuk berkenalan dengan anak laki-laki dari sekolah lain karena teman-temanku selalu mengatakan aku dan kak Qamar pacaran hal itu membuatku geram dan akhirnya aku ingin menunjukkan bahwa pendapat mereka salah dengan cara berkenalan dengan laki-laki. Namun baru beberapa hari aku smsan dengan seseorang itu aku sudah ketahuan dan kak Qamar memarahiku habis-habisan. Dan kusudahi sudah acara perkenalanku itu.
Waktu aku kelas 2 SMA kak Qamar putus benar-benar putus dengan sahabatku dan saat itu aku juga dalam kondisi sedang lelah membantu mereka yang terus putus nyambung tidak jelas dan sejak saat itu aku memutuskan untuk tak jadi jembatan lagi.
Waktu terus berjalan masing-masing mereka menemukan tambatan hati yang lain. Aku tak mencoba masuk ke dalam dunia kak Qamar dan para wanita, aku hanya memposisikan diri sebagai seorang adik.
Kalau diingat-ingat sebenarnya aku dan kak Qamar sangat jarang bertemu, jarang sekali. Oh ia kak Qamar masih lah kaka Qamar yang punya otak brilian pun saat di SMAK he is the best student ever. Kami sering belajar bersama, aku mengajarinya kimia dan ia akan mengajariku fisika. Ia adalah seorang jenius menurutku karena sebenarnya bidang yang kami tekuni sedikit berbeda, ia adalah anak IT dan aku bisa dibiloang anak social-saint kali ya.
Yang kuingat kami berdua tak pernah bersentuhan secara fisik meski bahasa chatting sering kali mengatakan pinjam pundak, pinjam tangan tapi dalam kehidupan nyata kami tak bersentukan secara fisik.
Diperpus kabupaten biasanya kami hanya akan duduk berhadapan dipisahkan oleh meja dan kalau kami sudah mulai bosen belajar kami akan saling menjahili satu sama lain lalu mengobrol panjang kali lebr kali tinggi.
Ia kakak yang sangat baik dan penyayang ya kuakui itu.
Selama ini kami boncengan pun hanya dua kali yakni saat aku pulang syuting dan bapak tak bisa menjemput, ialah yang menjemput (tentu sudah ijin kepada orang tua terlebih dahulu kalau aku pulang diantar laki-laki beserta penjelasan kenapa diantr dan siapa yang mengantar), dan yang kedua adalah saat ia masuk sekolahku dengan pdnya (warna seragam kita sama) lalu ke kelasku dan menyuruhku mengantar ia tuk tes kesehatan untuk persyaratan daftar kuliah. Dan untuk yang kedua itu kelasku heboh banget. Karena memang aku tak peraah dekat dengan anak laki-laki (pacaran) jadi teman-temanku sangat antusias.
Menurutku wajar antara kakak dan adik memahami perasaan masing-masing dan begitulah kami. Bahkan saat itu sebelum ia mengalami kecelakaan aku merasa resah sangat resah.
Kemudian ia melanjutkan studi ke kota lain, makin-makinlah kami jarang bertemu. Ia menceritakan kepadaku bagaimana kuliahnya nana nina bla bla bla.
Dan kami pun berdiskusi tentang jurusan apa yanga akan aku ambil. Dengan mantap ku katakan kepadanya aku akan mengambil pendidikan luar biasa. Dan dialah orang pertama yang mendukung pilihanku. Sebenarnya kami berdua bukan tipe orang yang harus selalu diberitahu apa yang dilakukan masing-masing dan kami juga bukan tipe yang mencegah saling mencegah melakukan aktifitas yang alay karena takut kecapek an lah apa lah. Kami saling menghormatii pun dengan kesibukan masing-masing selama itu bermanfaat dan baik maka lakukanlah tempuhlan. Dan saat kau lelah kembalilah kepada saudaramu.
Kami cukup sering bertengkar, berselisih karena memang pada dasarnya kami berdua tak sudi mengalah. Bahkan untuk menentukan kota aku belajar ini menjadi pembahasan yang pelik karena menurutnya kota yang kutuju terlalu jauh dan alasanku kurang kuat.
Aku memiilih melanjutkan studi ke yogyakarta sedangkan menurutnya Jogja terlalu jauh sebab ia di Surabaya tetu ia akan kesulitan menjagaku begitu katanya (ya sih sekarang baru kerasa Yogya ternyata jauh). Tapi pada akhirnya pun setelah melalui diskusi panjnag ia mengaku bahwa alasanku kuat dan boleh ke Jogja. Sebenarnya untuk bab ini aku cukup keras kepala karena menurutku ia tak berhak melarangku pergi karena aku juga tak melarangnya belajar ke Surabaya karena menurutku itu salah satu cara mewujudkan cita-citanya.
Hubungan kami mulai terasa agak berbeda saat aku berada dipenghujung semester SMA. Ia sibbuk dengan dunia perkuliahannya dan aku sibuk dengan duniaku, tapi ada hal lain  yang berbeda yakni aku mulai ragu dengan hubunan kita sebagai saudara karena sekeliligku berkata yang lain. Namun aku terus berkata kepada diriku sendiri bahwa kami adalah saudara. Meski sebenarnya dalam hatiku tak seyakin dahulu apalagi setelah dia mengirim kalimat itu. Rasanya ingin terus ku halau dan ku katakan pada diri sekali saudara akan tetap saudara selamanya tak boleh lebih..

Dan disinilah aku sekarang, disebuah rumah kontrakan dekat salah satu kampus di Yogyakarta. Ya aku berhasil berada di kota ini da menulis kisah ini dimalam yang cukup dingin. 

Comments

Populer Post

Sinopsis novel Akatsuki

Proses Osmosis pada Kentang

Bunga dan Kumbang