Sajak-sajak Kematian

Dalam bayangan setiap kata yang terucap
Terlebih tentang kasih masa itu, kini dan yang akan datang
Anak manusia ada yang berdarah-darah, ada pula yang seolah tertidur lelap tanpa goresan
Ada yang berhari-hari terbaring, ada yang seketika terpejam pekat
Tapi masing-masing mereka merasa hal yang sama
Sama-sama berat bernafas dipenghujung waktu
Satu hari, tujuh hari, 40, 100 lalu seribu
Satu dua orang masih mengingat kemudian lambat laun terbawa senyap
Hanya yang benar-benar kan mengingat
Atau sekedar muncul "oh iya dia yang itu"
Ada disuatu tempat seorang manusia menangis kala mengingat hari dimana kelopak terpejam
Disertai gerimis, bahkan mentari mendukung seolah enggan terbit
Memilih bersembunyi di balik awan
Lalu sayup-sayup terdengar dari kejauhan suara manusia meringis tangis
Bendera di ujung jalan berkibar sendu, putih kuning
Dan kaki begitu pelan melangkah mendekat
Gerombolan manusia tertunduk, wajah murung pakaian kelabu
Saat kau langkahkan lagi kakimu lebih dekat kan kau temui wajah tanpa air mata tertunduk diam hanya diam seolah pikirannya melayang entah kemasa apa atau malah ia ak berpikir apa-apa
Kosong
Dia yang kemudian berdiri menghubungj manusia diseberang berkabar
Dering ponselnya tak henti memanggil
Sebelum ia mengeluarkan kata, ia telah disambut
Dengan apa?
Ungkapan belasungkawa
Yang kalaulah ia bisa berteriak sungguh ia tak butuh mendengarnya
Kemudian ia melangkah perlahan, jika kau ikuti
Kau kan sampai paa gundukan tanah basah yang menimbun sosok terkasihnya
Hari itu mendung diikuti gerimis ia tersenyum dan berkata, "kau orang yang baik, semoga lelap tidurmu kau kan ditemani para bidadari".
Ia mundur perlahan menjauh
Jika kau melihatnya, jangan sekali-kali ucap bela sungkawa
Jangan kau cerita atau tanya tentang kisah berdarah semalam
Cukup diam, temani dan do'akanlah dalam sunyi
Karna wajahnya belum berair mata
Bisa jadi air mata itu kan datang nanti dan mengalir dalam waktu yang panjang dan lama

Orang yang melihatnya di waktu lain mungkin bertanya
Ada apa dengannya? Apa sebegitu sedih cerita yang ia baca?

Dan ternyata pembicaraannya di hari gerimis itu adalah yang terakhir
Ia tak pernah melangkah lagi menelusuri jalanan itu lagi
Bahkan tak lagi menemui nisan itu lagi
Setahun, dua, empat, enam tahun
Ia masih belum berkunjung lagi
Hidupnya berjalan tapi kehilangan sari sari endorfinnya
Ada yang bertanya, ia pun menjawab
Namun apa yang diterima? 'sudah lupakan jangan diingat'

Hal yang ia takutkan adalah lupa
Jika ia lupa, siapa yang kan mengingat seorang dalam tanah itu?
Disaat orang laun
'oh dia yang itu ya yang tahun itu di jalan itu'
Ia tak ingin mengigat hanya dengan 'oh'
Sebab kenanganya tak berhenti pada kata oh saja

Sajak kematian anak manusia
Semakin berjalan waktu, ingatan manusia kan menipis


Comments

Populer Post

Sinopsis novel Akatsuki

Proses Osmosis pada Kentang

Bunga dan Kumbang